Sekolah yang aman dari bencana adalah dambaan setiap orang tua. Sebagian besar waktu anak-anak kita berada di sekolah untuk belajar, beraktivitas, menyalurkan hobi dan minat. Mereka adalah calon Presiden, Peneliti, Penemu, Dokter, Guru, yang akan memberikan kemajuan pada negara dan peradaban.
Melindungi mereka adalah hak dasar mereka yang harus orang dewasa penuhi, perlindungan fisik dan psikis yang adekwat akan menjamin kematangan mereka menjalankan perannya nanti. Melalui sekolah aman dari bencana kita dapat memenuhi hak-hak dasar anak-anak di sekolah.
Salah satu hak dasar mereka adalah rasa aman serta terlindunginya mereka dari ancaman bencana sehingga upaya pengurangan resiko harus dalam pendekatan holistik, partisipatif, do no harm, menggunakan sumber daya lokal dan kerja sama, melalui 7 langkah sederhana, sistematis, dan berbasis saintifik serta pengalaman, pendekatan-pendekatan tersebut dapat diupayakan dan sekolah yang aman dari bencana dan tangguh (Insak Allah) dapat terwujud.
Adapun ke tujuh langkah tersebut antara lain: 1) Kenali dan identifikasi ancaman bencana, 2) Bentuk komite keselamatan dan tim keselamatan, 3) Bangun jejaring dan jalur komunikasi darat, 4) Buat rencana keselamatan dan lengkapi fasilitas keselamatan, 5) Sebarkan pengetahuan dan informasi keselamatan dan upaya pengurangan resiko ke warga sekolah, 6) Latih kesiapsiagaan dan tanggap darurat untuk warga sekolah, 7) Lakukan simulasi. Dari perspektif perlindungan anak, upaya pengurangan resiko bencana yang mengedepankan prinsip Do No Harm saat berinteraksi dengan anak, baik itu saat melibatkan anak secara aktif untuk mengenali melakukan kajian resiko, membuat perencanaan kesiapsiagaan di tingkat sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya dan memberikan pengetahuan dasar untuk mengenali ancaman, menghindari ancaman, dan untuk mengali ancaman, menhindari ancaman dan menyelamatkan diri secara mandiri saat kondisi bencana. Penting untuk selalu diingat bahwa anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini, kondisi fisiknya berbeda, anak memiliki kematangan emosional yang berbeda dengan orang dewasa, hal ini mempengaruhi kemampuannya untuk mengambil keputusan di saat-saat darurat.
Dalam konteks Indonesia, anak, dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Anak No 23/2002 yang secara eksplisit menyatakan bahwa anak harus dilindungi hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta memberikan anak perlindungan dari kekerasan, diskriminasi, dan beban kerja dan tanggung jawab yang melebihi usianya.
Tanggung jawab sekolah aman bukan hanya dibebankan kepada pihak sekolah dan lingkungan sekitarnya. setiap unsur dari masyarakat dapat mengambil peran dan berpartisipasi sesuai dengan kemampuan dan tugasnya.
No comments:
Post a Comment