Malam itupun kami beristirahat di bivak, setelah makan malam yang telah
disediakan panitia. Tak banyak kegiatan pada malam itu, kami hanya
bercerita-cerita dengan suara pelan agar tidak terdengar oleh panitia, karena
jarak bivak kami dengan tenda panitia tidak terlalu jauh kira-kira 15 meter-an
lah.
“uuhhh,gx bisa tidur kira-kira jam berapa sekarang
ya...”, malam sudah larut kami bergantian menjaga api
jangan sampai mati, karena api satu-satunya sumber pencahayaan kami. Dengan
beralaskan karung serta dedaunan akhirnya kamipun tertidur, entah tak tahu jam
berapa kami semua dapat memejamkan mata, namun yang jelas suasana malam itu
sudah sangat sepi hanya suara jangkrik dan hawa dingin sudah merasuk sekujur
tubuh, yang jika sekitar pukul 23.00 WIB tadi kami masih dapat mendengar suara
motor yang lewat ataupun suara warga yang ngobrol di tepi jalan yang memang tempat
camp 1 ini tidak jauh dari jalan aspal. Sesekali sayapun terbangun untuk
menambahkan kayu bakar yang sudah mulai habis dimakan api, yang membuat suasana
gelap di sekitar bivak setelah api sudah mulai menerangi bivak kami, sayapun
tertidur.
Hari
Kedua (15 Fabruari 2009)
“Bangun, bangun…sudah pagi.”,
suara Nirman membangunkan kami dan kamipun bangun. Tak lama kemudian, kami di
panggil oleh panitia “siswa..siswa, segera menuju sumber suara”. Kami
berlima diperintahkan untuk senam pagi, kira-kira sekitar 10 menit kami
melakukan senam sebagai pemanasan setelah itu kamipun bergiliran menyikat gigi
dengan satu sikaaaat, “oooh nooo...”. Setelah menyikat gigi, kami diberi
sedikit arahan dari orang yang perwakan cukup tinggi dan kulit sedikit gelap
dan pake kacamata lagi, “...dan saya akhirnya tahu bahwa dia itu ternyata
korlap, ya… koordinator lapangan”.
Setelah aktivitas pagi selesai, kami
membongkar bivak dan membersihkahkan sampah yang ada di sekitar bivak,
sesaat kemudian kami di panggil untuk sarapan pagi, kemudian mempersiapkan diri
untuk mengikuti upacara penyerahan siswa dari panitia kepada koordinator
lapangan diikuti semua panitia dan kami sebagai peserta Diklat serta ada dua
orang tamu yaitu Bang Iwan Badai (simpatisan Madyapala) dan Bang Japir (MPALH
UNP), setelah upacara selesai kamipun bersiap-siap menuju Camp II di Desa
Punjung, namun sebelum berjalan menuju camp II kami melakukan aplikasi Navigasi
Darat yang dipandu oleh Feni Musfita dan Apriansyah serta didampingi Korlap.
Kami
melakukan resection, menentukan dua titik tertinggi yaitu di dapat puncak Bukit
Puding dan Puncak Gunung Bungkuk. Kamipun secara bergiliran untuk membidik kedua puncak tersebut:
Resection
pertama
Puncak
Gunung Bungkuk 5º dan Bukit Puding 45º
LS = 03º 38' 8"
BT = 102º 25' 6"
Resection
kedua
Puncak
Gunung Bungkuk 2º dan Bukit Puding 150º
LS = 03º 39' 20"
BT = 102º 24' 27"
Resection
ketiga
Puncak
Gunung Bungkuk 0º dan Bukit Puding 15º
LS = 03º 40' 8"
BT = 102º 25' 28"
Setelah melakukan beberapa kali resection, cukup sulit bagi kami
untuk memastikan, menyakinkan titik kedua puncak tersebut serta menghitung baeck
azimuth belum lagi korlap terus mengingatkan kami waktu, agar tidak terlalu
banyak menghabiskan waktu hanya melakukan resection saja yang masih di
camp I.
Matahari mulai naik, sangat terasa panasnya sinar matahari yang membuat
kami bercucuran keringat, perasaan tak menentu, dimintak untuk selalu cepat dan
akurat apalagi dalam melakukan resection sedangkan kami baru pertama
kali dalam melakukan resection yang benar-benar diterapkan dilapangan
digunakan untuk arah kami berjalan menuju camp II, karena jika salah
menentukan titik maka kami sendiri akan tersesat. Kamipun berdiskusi yang
dipimpin Nirman, yang kebetulan Nirman cukup mudah mengerti dalam hal nembak-menembak,
dan kamipun bersepakat bahwa puncak Gunung Bungkuk 0º dan Bukit Puding 15º, dan
ini merupakan hasil resection ketiga, setelah itu instruktur menerangkan
bahwa titik itu benar namun ada sedikit kurang akurat dalam hal menghitung.
Setelah itu kamipun diberi arahan dan bersama-sama menghitung kembali dan
dapatlah titik:
LS = 03º 40' 24"
BT = 102º 25' 3"
Setelah mendapatkan titik koordinatnya, kamipun
bergegas menyusun kembali peralatan Navigasi Darat dengan rapi dan kami berdoa
untuk memulai perjalanan kami “semoga hari ini berjalan lancar”, berdoapun
selesai kami mulai melangkahkan kaki memasuki semak-semak dengan beban carriel
dipundak masing-masing “uh...lumayan beratnya, tidak kurang dari 60 kg”.
Saat itu, kami berlima bagi tugas, Nirman dapat sebagai kompasman, Tulus
“tebasman”, sedangkan saya dengan Ovi dibagian tengah dan Dedi dibagian
belakang. Perjalanan kami cukup lamban, sesekali harus menunggu “tebasman”
memotong semak-semak yang menghalangi jalur kami, belum lagi beban carriel,
korlap terus mengingatkan waktu agar cepat sampai di camp II, waktu yang
diberikan jam tiga sore harus sudah ada di camp II. “berhenti dong, capek,
haus…”, suara Ovi memecahkan kesunyian perjalanan kami, dan kamipun
berhenti dan menegukkan sedikit air yang kami bawak dari camp I.
Setelah beristirahat, kamipun melanjutkan perjalan kami yang menurut
perkiraan belum setengah dari perjalan menuju camp II. Badan sudah mandi
keringat, kakipun sudah mulai berat untuk melangkah, kurang tahu pasti sudah
berapa jam kami berjalan, melewati semak-semak, perkebunan warga, dan
akhirnyapun kami berhenti di perkebunan kopi, yang merupakan camp II. “kami
sudah sampai...”
Setelah sampai di camp II, kamipun menurunkan carriel dari pundak kami
masing-masing, sangat letih dan kami diizinkan untuk istirahat sejenak di bawah
pohon rindang tidak jauh dari tenda panitia. Sambil duduk istirahat kami
melihat-lihat disekitar, mengamati lokasi camp II sebagai tempat kami bermalam,
kamipun melihat panitia sibuk mempersiapkan makan siang sekaligus makan
sore/malam. Tiba-tiba salah satu panitia laki-laki mengenakan celana jeans
robek dibagian lutut dan topi lebar “topi lapangan kali ya….” datang
mendekati kami, “sambil kalian istirahat, nyanyi ya” diapun memberikan
contoh berulang kali, kamipun memperhatikannya karena kami khususnya saya
sendiri baru pertama kali mendengarkannya. Nirman, Dedi, Tulus menyanyikan lagu
yang diberikan tadi, sambil tepuk tangan, (uuh… enggak tahu orang capek apa,
pake nyanyi-nyanyi segala, mending suara bagus, ini fales…), akhirnya saya
dan Ovipun menyambung sedikit-sedikit, “...makanan kami roti dan sesuap
nasi, maklum kami baru calon anggota”. Malangnyeee….
Setelah sudah cukup lama kami beristirahat,
kamipun diintruksikan untuk mengeluarkan semua peralatan yang ada di carriel
kami masing-masing. Kemudian kami diberi ponco, karung, parang/pisau dan korek
api sebagai peralatan untuk membut bivak. Setelah pembagian kamipun menuju
lokasi bivak yang ada disemak-semak
Korlap dan dibantu oleh beberapa panitia yang lain, mengantarkan kami ke
lokasi bivak. Jarak antara kami berlima tidak terlalu jauh kira-kira 7-10 meter
dan jarak bivak kami dengan tenda panitia sekitar 20 meter. Setelah kami di
lokasi bivak masing-masing, sayapun segera membuat bivak dari kejauhan yang
lainnya juga membuat bivak dari ponco yang kami miliki, mengumpulkan kayu bakar
untuk pencahayaan malam hari nanti. Hari semakin sore, kamipun di panggil
korlap “siswa, siswa, segera menuju sumber suara”. Kamipun bergegas,
lari kecil menuju tenda panitia, sesampai kami diperintahkan untuk berbaris,
dan kamipun berbaris dan saya melihat hidangan makan siang/sore/malam dihadapan
kami menggunakan plastik packing, jaraknya dengan kami kira-kira 3 meter.
Setelah berbaris (layaknya seorang yang lagi latihan tentara, siap siaga..),
kami diberikan arahan untuk menyantap makanan, “laparkan, mau makan
silahkan merayap, dengan hitungan kelima sudah sampai di sini”, perintah
korlap, “ya… allah, uuuhh…”, keluhan terdengar samar-samar dari mulut
kami, namun kamipun cepat-cepat merayap munuju hidangan, lapaaarrrr…..
Hidangan dengan lauk sarden, sambal tempe+ikan teri dan sedikit indomie
menjadi menu kami sore ini serta sebotol kecil air untuk minum kami berlima,
tidak butuh waktu lama hidangan dihadapan kamipun lenyap, berpindah tempat ke
perut kami masing-masing, haha…. Setelah makan kami membersihkan peralatan
makan plus perlatan masak dan mengambil air untuk kebutuhan masak selanjutnya,
setelah selesai kami kembali ke bivak untuk beristirahat.
Angin malampun menghampiri bivak saya, namun walaupun
bivak sudah ada saya lebih memilih duduk di luar bivak untuk beberapa saat
sambil melihat-lihat aktivitas dari keempat teman saya yang sesekali
memnambahkan kayu bakar agar api tetap hidup. Malam semakin larut dan hawa
dinginpun mulai menyelimuti, sayapun masuk bivak dan berusaha memejamkan mata,
namun tidak dapat tidur sama sekali, walaupun mata terpejam namun telinga
begitu siaga jika mendengar sesuatu di luar sana. Asli...tidak dapat tidur, “cepatlah
subuh, cepatlah pagi”, gumanku dalam hati
Hari
Ketiga (16 Februari 2009)
“Nir…, pimpin kawan-kawan lari dari sana kembali lagi kesini dan senam”
perintah korlap kepada Nirman yang saat itu sekitar pukul 05.30 WIB kami sudah
bangun. Kamipun lari-lari kecil, setelah itu dilanjutkan dengan senam walaupun
badan pegal-pegal dan mata masih ngantuk. Setelah melakukan lari dan senam,
kembali…. “sikat gigi bareng, ow...ow, ow… hadeeeh…”.
Aktivitas pagipun selesai kami kembali ke bivak, membongkar bivak dan
mematikan api, membersihkan sampah disekitar bivak. Tak lama kemudian kamipun
kembali dipanggil ke tenda panitia, melakukan pemekingan peralatan untuk
melanjutkan perjalanan menuju camp III yang ada di Desa Ulak Lebar, sebelum
packing kami sarapan terlebih dahulu. Kamipun memulai packing, peralatan yang
ringan seperti sleeping bag, pakaian ganti dimasukan kedalam carriel bagian
bawah, kemudain disusul dengan perlatan-peralatan yang cukup berat seperti
tenda, perlatan masak dan logistik, serta makan ringan seperti roti, energen,
kopi, susu kami letakan dibagian atas, ini bertujuan agar mudah diambil sewaktu
istirahat siang ditengah perjalanan sebagai ganti makan siang.
Setelah semua sudah
siap, kami berdoa dan melangkahkan kaki menuju camp III. Kira-kira baru 15
menit kami berjalan kami berhenti dipinggir sungai untuk aplikasi teknik
penyeberangan. Sungai ini, memiliki arus yang cukup deras, lebar sungai tempat
kami melakukan penyeberangan kira-kira tidak kurang dari 15 meter, sedangkan
kedalamannya tidak begitu dalam karena banyak bebatuan dengan diameter yang
bervariasi, di atas sungai ini ada jembatan aspal yang banyak dilewati mobil
truk dari tambang batu bara, sehingga inilah yang membuat kondisi jalan tidak
begitu rata banyaknya koral jalan yang terlepas dari aspalnya.
Kamipun mempersiapkan peralatan seperti, tali karmantel, helm, webbing
dan harness. Saat itu kami dipandu oleh Ismet Kurniawan dan Ahmad Junaidi.
Sebelum turun ke sungai kami diberi sedikit arahan teknik membuat tambatan dan
simpul yang digunakan, setelah arahan selesai kamipun langsung membuat tambatan
untuk penyeberangan.
Setelah membuat
tambatan dan tambatan dirasa kuat untuk menopang tubuh kami. Kamipun mulai
menyeberang satu per satu. “dak, dik, duk juga sich...”
Tak lama kemudiaan kami berlima sudah berpindah ke semberang sungai, dan
kembali melanjutkan perjalan dengan kondisi badan basah kuyup, membuat badan
semakin berat untuk melangkah. Selain aplikasi teknik penyeberangan, kamipun
mengaplikasi botani & zoology dan navigasi darat. Sepanjang perjalanan
kamipun melihat kiri kanan jalan untuk melihat tumbuh-tumbuhan yang dapat
dimakan.Siang hari ba’da zuhur kami berhenti sejenak untuk beristirahat dan
melakukan resection. Setelah beristirahat dan makan roti serta plus
energen, perutpun terasa hangat dan energy terasa kembali, sedikit bertenaga.
Kamipun melanjutkan perjalanan menuju camp III, melewati semak belukar,
perkebunan karet, sawah, tak terhitung lagi berapa lembah yang kami turuni dan
barapa tebing yang kami daki, terkadang melewati jalan desa sehingga akhirnya
kamipun di camp III Desa Ulak Labar yang banyak di tumbuhi pohon durian yang
kebetulan sedang berbuah, semerbak bau buah duren masak menyambut kedatangan
kami. Kamipun istirahat sejenak, kemudian langsung membuat bivak tempat kami tidur
nanti malam, serta mencari kayu bakar untuk penerangan sekaligus menghangati
tubuh kami, dan untuk itu kamipun bagi tugas sebelum malam tiba, tugas kami
sudah selesai semua.
Malampun tiba, kami
beristirahat di bivak dan sedapat mungkin agar dapat tidur agar besoknya
kembali bertenaga untuk melanjutkan perjalanan ke camp IV.
Hari Keempat (17
Februari 2009)
Kira-kira pukul 07.30 WIB kami sudah siap untuk melanjutkan perjalanan
menuju camp IV yaitu di Desa Durian Demang tepatnya di kaki Bukit Kandis dan
ini merupakan camp terakhir. Setelah siap, kami diberitahukan korlap bahwa hari
ini kami mengaplikasikan SAR dan ESAR
serta refpling, instruktur meliputi Feni Musfita, Yuri Ramatdiansyah dan
Irsya Niarti . Tak lama kemudian kami
mendapata arahan dari instruktur SAR dan ESAR untuk segera mencari salah satu
korban “telah hilang salah satu pencinta alam yang berjenis kelamin
laki-laki bernama Usef Korniadi berusia 21 tahun, diperkirakan terpisah dari
tim dan tersesat, dengan ciri-ciri :
· Tinggi badan165 cm
· Kulit putih
· Rambut pirang
Pakaian terakhir korban memakai baju kemeja hijau,
celana pendek bermotof dan tayet, sandal jepit eiger sedangkan peralatan yang
dibawa :
· Daypack eiger
· Bendera merah
· Air mineral merk Vita Zone
· Memakai kalung dan gelang
Korban diperkirakan hilang di area Bukit Kandis
sebelum menyeberang sungai”.
Setelah mendapatkan arahan dari instruktur SAR dan
ESAR, kamipun melakukan resection untuk mendapatkan arah perjalanan kami
untuk menemukan korban segera mungkin. Setelah berkutat cukup lama dengan
kompas dan peta, akhirnya kami mendapatkan titik koordinatnya yaitu :
LS : 03º 42'
7"
BT : 102º 26'
19"
Setelah mendapat titiknya, kamipun mulai berjalan
menuju titik tersebut dan tentunya tidak lupa berdoa, agar tidak ada kejadian
yang tidak kami inginkan. Perjalanan kamipun sungguh luar biasa, melebihi treck
sebelumnya “naik…..turun tebing, melintasi aliran anak sungai, mandi
lumpur”, hingga membuat kami sangat kelelahan.
Kamipun istirahat sejenak, dan tiba-tiba ada intruksi dari korlap “keluarkan
tali karmentel dan webing, kita repling menuruni tebing disana”. Kamipun
saling berpandangan, dan langsung mengeluarkan peralatan repling tersebut. Kami
mendekati tebing yang dimaksud yang tak jauh dari tempat kami beristirahat,
tebing ini kira-kira dengan kemiringan 85º, dengan panjang sekitar 10-15 meter
ke bawah, kondisi tanah yang lembab, mudah longsor dan disekelilingnya banyak
ditumbuhi tumbuhan paku dan tumbuhan “unji”. Tumbuhan “unji” ini
merupakan tumbuhan yang banyak kita jumpai di daerah hutan dengan kelembaban
tanah yang cukup tinggi, tumbuhan “unji” ini sendiri akan berbuah yang
dapat dikonsumsi secara langsung rasanya sangat asam serta berbunga yang dapat
dikonsumsi oleh warga desa dengan cara dimasak terlebih dahulu dan aromanyapun
sangat khas banyak disukai.
Setelah kami melakukan penambatan menggunakan simpul-simpul yang sudah
kami pelajari waktu materi ruang dan kamipun besiap-siap untuk menuruni tebing
tersebut dengan sangat hati-hati, dan akhirnya kami berhasil menuruni tebing
tersebut dan kami semua sudah berada di lembah semacam rawa-rawa.
Kira-kira sudah setengah perjalanan lebih kamipun istirahat sejenak,
namun mata selalu sigap dan liar kalau-kalau ada barang korban yang tercecer
serta sesekali kami memanggil-manggil nama korban “usef…, usef….”. Setelah
istirahat lima menit kamipun melanjutkan perjalanan mencari sang korban.
Kamipun mulai kebingungan, sudah panjang perjalanan kami tempuh tidak ada
tanda-tanda korban. Tiba-tiba “botol minuman, botol minuman…”, teriak
Dedi kepada kita semua, kamipun mendekat “iya ini benar milik si korban,
sama dengan list data korban yang kita punya”.
Kamipun menyebar disekitar ditemukannya botol minuman tersebut dan
terus memanggil nama korban, dan satu persatu barang-barang yang dibawa korban
kami temukan, samar-samar kami mendengar orang mintak tolong “toloooong,
toloooong….”, dan kami sangat yakin itu adalah suara korban yang sedang
kami cari. Kamipun mempercepat langkah, mencari-cari dimana arah suara
tersebut, “sini sebalah kanan korbanya..cepat, cepat…” teriak Nirman,
dan kamipun menuju sumber suara yakni tempat ditemukannya korban tersebut.
Setelah mencapai korban, kami mencocokkan data-data yang sudah ada di list
terutama ciri-ciri fisik korban, memperkirakan tinggi badannya dan memeriksa
adakah kartu pengenal yang korban punya, kamipun mendapatkan KTP dan memang
benar korban ini bernama Usef Korniadi. Hal yang paling utama kami lakukan
adalah menenangkan korban yang saat itu berteriak-teriak kesakitan, kondisinya
sangat mengenaskan, setelah kami periksa ternyata korban mengalami patah kaki
sebelah kanan, patah tangan sebelah kiri dan luka pada bagian kepala tepat
diatas alis.
Kami gerak cepat dan bagi tugas, Tulus dan Nirman mencari pohon/bambu
untuk dibuat tandu, Dedi bertugas menyiapkan pembuatan bidai dari bambu yang
dibelah sepanjang 20 cm dan lebar 2 cm untuk tangan dan kaki yang patah,
sedangkan saya dan Ovi tetap menengkan korban, memberinya minum, membersihkan
luka serta memberikan perban pada lukanya, setelah itu Dedi dibantu saya dan
Ovi memasang bidai pada korban. Pemasangan bidai ini, bertujuan agar tulang
yang patah pada kaki atau tangan tersebut tidak bergerak atau tidak bergeser,
hal ini membantu dan mempercepat proses penyembuhan nantinya.
Tak lama kemudian tugas kami bertiga selesai dan
tandupun sudah selesai dibuat oleh Tulus dan Nirman, kamipun bersiap-siap untuk
memindahkan korban ke tandu untuk di bawa ke pos pencarian yang ada didekat
sungai, kira-kira dari tempat kami saat ini memakan perjalanan sepanjang 1 km,
itu artinya kami harus membawa korban tersebut menggunakan tandu, belum
lagi beban keril yang ada dipundak kami masing-masing “kebayang enggak,
betapa kuatnya kami saat itu.. hahaha”. Akhirnya, dengan perjuangan yang
luar biasa kamipun sampai di pos, kami langsung melapor dan menyerahkan
korbannya “misipun selesai…”
Setelah menyeberangi sungai yang aliranya bermuara ke sungai Bengkulu,
sungai inipun cukup deras, bebatuan dengan kedalaman yang bervariasi yaitu dari
50 cm s.d 3 meter, air sungai ini sangat jernih sehingga membuat kami tidak
sabar untuk mandi yang sejak dari camp I kami tidak mandi “hahaha… jorok
ya”. Setelah menyeberang sungai dan meletakkan keril, kamipun dibawa ke
bagian sungai dengan kedalaman kira-kira 1 meter, “katanya sich mandi,
inimah bukanya mandi tapi disuruh berendam...uuhhh”. Tak kurang dari 30
menit kami didalam air, kamipun mulai kedinginan tangan dan telapak kaki sudah
pucat/keriput, namun walaupun demikian bau badan sedikit hilang hehe…
Setelah “main-main air”, kamipun melanjutkan perjalanan menuju camp IV bukit Kandis dengan jalur terus menanjak dan bebatuan, disepanjang jalur ini banyak ditumbuhi rumput ilalang dan rumput putri malu. Perjalanan kamipun kira-kira memakan waktu 1 jam, tak lamakemudian bukit kandis begitu jelas dihadapan kami dan akhirnya kamipun sudah tiba di camp IV.
Lokasi camp IV ini tepatnya dikebun karet dekat dengan tambang batu
Bukit Kandis. Bukit Kandis ini merupakan bukit batu yang banyak dijadikan
sarana panjat tebing alami, disisi lain batu-batu yang ada di sekitar kaki
bukit kandis ditambang dan dijual dengan bentuk batu kecil-kecil yang dimasukan
ke mesin pemecah batu terlebih dahulu. Masyarakat disekitar bukit kandispun
menambang batu yang dapat dijual secara
langsung, aktivitas ini sangat memprihatinkan mengingat kondisi bukit kandis
yang setiap hari batunya diambil bukan tidak mungkin bukit kandis ini beberapa
tahun kemudian akan lenyap, untuk mencegah ini semua perlunya kerjasama yang
baik antar elemen masyarakat mulai dari pemerintah daerah/kabupaten/desa serta
penggiat alam bebas seperti pencinta alam.
Setelah mengamati kondisi dan situasi di camp IV, kamipun beristirahat
sejenak kira-kira saat itu sudah pukul 15.30 WIB. Tak lama kemudian kami
dipanggil oleh korlap untuk makan “ya...seperti bisa klo mau makan pasti
merayap dlu, ini menggambarkan susahnya untuk mencari makan”.
Sore ini, kami akan aplikasi survival selama dua hari dua malam. Setelah
makan kamipun dikumpulkan untuk mendapat pengarahan dari koorlap dan instruktur
survival yaitu Febri Agustian. Survival adalah salah satu teknik untuk bertahan
hidup di alam bebas. Kamipun diberi survival kit yang isinya untuk bekal kami
dalam aplikasi survival seperti pisau/parang, mata pancing serta tali pancing,
cermin, benang jahit dan jarum, lima batang korek api, sepotong kentang, tiga
sendok makan garam, 200 ons beras, gula merah sebesar ibu jari kaki, dan karung
bekas beras. Setelah kami mendapatkan survival kit tersebut kami satu per satu
diantar oleh instruktur dan korlap menuju lokasi survival, jarak kami satu sama
lain kira 10-15 meter dengan bentuk mengelilingi tenda panitia. Pelepasan survival
ini memakan waktu yang sedikit lama, saya dan Ovi mendapat giliran terakhir
ketika saya ditempatkan di lokasi survival hari sudah mulai gelap, sayapun
bergegas membuat bivak begitu juga kempat teman lainya dari kejauhan mereka
sibuk membuat bivak sebagai tempat beristirahat nanti malam, setelah bivak saya
selesai sayapun mencari kayu bakar dan mencari air untuk minum.
Sinar matahari tidak lagi menampakkan wajahnya bertanda hari sudah masuk
waktu maghrib. Malam itu semakin gelap karena mendung, sepertinya sebentar lagi
akan turun hujan. Tak lama kemudian hujanpun turun membasahi bumi, saya sedikit
ada perasaan takut, hujan semakin lama semakin deras dan tidak ada pencahayaan
sama sekali “mau buat api kan hujan….”. Perasaan itu tidak saya
hiraukan, namun tetap sangat waspada, telingapun dipasang dengan jelas agar
mendengar suara sekecil apapun itu, suara kodok yang saling bersautan semakin
ramai, “ribut banget ne kodok, apa ada kolam ya dekat sini”, pikirku
dalam hati.
Tiba-tiba
ada suara langkah seseorang mendekati bivaku dan memanggil namaku, ternyata
panitia yang datang menjemput untuk diajak ke tenda panitia. Sayapun
membereskan pelaralan yang akan saya bawa, dan ketika saya melangkahkan kaki
keluar bivak sayapun kaget bukan kepalang“oohhh my god, ternyata air depan
bivak setinggi kira-kira 30 cm dan
dilihat dengan senter hampir masuk kedalam bivak, karena posisi bivak saat itu
di atas siring, kebayang enggak kalo saya tidak dijemput panitia? Yang pastinya
tidaur dalam air….oh nooo.”. Sayapun mengikuti koorlap menuju tenda panitia
ternyata keempat teman lainnya sudah ada di tenda tersebut.
Akhirnya malam pertama survival kami disatu tempatkan yakni tidur
berlima dalam satu bivak, jadi kami di izinkan mendirikan bivak dengan
menggabungkan ponco kami berlima tak jauh dari tenda panitia. “saya yakin
mungkin ada pertimbangan tersendiri panitia menarik kami dan mengizinkan kami
tetap berlima pada malam itu, memang saat itu kondisi sangat tidak bersahabat,
saat dilepaspun sudah sangat sore dan sangat sulit bagi kami untuk membuat
bivak yang nyaman dan aman dengan waktu yang sangat singkat”. Tak banyak
yang kami bicarakan pada malam itu, kami kedinginan menggigil dan tentunya
sangat letih. Sayapun berusaha untuk memejamkan mata, begitu juga dengan yang
lainnya sampai akhirnya saya tidak lagi mendengar suara apapun, sayapun
tertidur.
Hari
Kelima (18 Februari 2009)
Pagi itu tak banyak aktifitas yang kami lakukan tidak ada obrolan yang
dibentuk karena memang aplikasi survival masih berlangsung. Kami berlima
dipisahkan kembali namun lokasi survivalnya berbeda dengan yang sebelumnya.
Sayapun bergegas mengemaskan semua perlatan survival, dan menuju lokasi
survival yang ditunjuk oleh korlap. Sayapun langsung mempersiapkan alat-alat
untuk membuat bivak, di bawah terik sinar matahari yang mulai naik atas kepala.
Setelah membuat bivak sayapun mencari air, “mau tau air apa yang saya minun?
Pertama genangan air yang ada dilumpur abis hujan yang warnanya sedikit keruh
dan yang kedua air jentik nyamuk yang ada di dalam ban bekas, biarlah perut
yang ngatur…. Yang penting enggak haus lagi”. Makan saya pada siang itu ubi
kayu dibakar “emm...lumayan dapat asupan karbonhidrat, namun tetap asli
orang Indonesia kalo belum makan nasi belum kenyang, he...”.
Setelah memakan ubi bakar matapun terasa ngantuk
dan saya memilih untuk tidur dibawah pohon karet yang tak jauh dari bivak.
Setelah cukup lama beristirahat dan tidur hanya sebentar sayapun kembali
kebivak dan mencari kayu bakar “sepertinya malam ini akan turun hujan juga”,
hari sudah mendung.
Matahari mulai menenggalamkan dirinya diufuk barat dan malampun
menghampiri. Saya membuat api untuk pencahayaan agar binatang malam tidak
mengganggu. Malam ke dua survival hujan turun lagi, sayapun berlindung dalam
bivak dengan kondisi yang mengkhwatirkan hanya cukup badan berbaring dan
kakipun tak berada dalam bivak. Perasaan was-was, siap siaga sepanjang malam
menemaniku sampai subuh tiba sayup-sayup kumandang azan subuh terdengar dan
saya mulai tenang karena sebentar lagi akan terang benderang “horeee….”.
Hari
Keenam (19 Februari 2009)
“siswa, siswa, siswa segera menuju sumber suara”, suara
korlap memecahakan lamunan di pagi itu. Tak lama kemudian kami berlima sudah
berada di dekat tenda panitia, ternyata ada hidangan yang sangat menggoda “maklum
sudah dua malam enggak makan nasi,,,”, kamipun diperintahkan duduk dan wali
siswa memberikan kami secangkir bubur kacang ijo “em..enak nye…”. Setelah
selesai makan bubur kami dipersilahkan untuk menyantap makanan, tak perlu waktu
lama makan itupun habis kami makan dengan lahapnya.
Pada hari ini, kami akan melakukan aplikasi RC (Rock Climbing). Aplikasi
RC ini menggunakan tebing kandis. Setelah kira-kira setengah jam selesai makan
kamipun berjalan menuju tebing kandis dengan jarak ± 1 km dari camp. Instruktur
saat itu adalah Iwan Wijaya Putra, ia memberikan, simpul-simpul yang digunakan,
kemudian kami melakukan sedikit pemanasan agar tidakterjadi kram saat memanjat
tebing. Adapun alat-alat RC yang digunakan meliputi tali karmantel, harness,
figur of eight, carabiner, bubuk magnesium, webing. Setelah perlatan memanjat
sudah selesai kamipun bergantian untuk memanjat tebing kandis tersebut dengan
jalur Mpalh, diantara kami berlima hanya Dedi yang mencapai top “congralulation”,
dan aplikasi survivalpun selesai kira-kira pukul 10.30 WIB.
Pada hari keenam ini tidak banyak kegiatan yang kami
lakukan, hanya malakukan aktivitas-aktivitas kecil dari korlap untuk menunggu
malam terakhir Pendidikan Latihan Lapangan Langsung (Diklat Lalang) Angkatan
IV. Tak terasa malampun tiba dan kami berlima ditempatkan dalam satu bivak tak jauh
dari tenda panitia. Kegiatan malampun dimulai, lazim dinamai dengan rally
pos…., kami dipanggil satu per satu dari tenda panitia dan dilepas oleh
Pjs.Ketua Umum yang saat itu dijabat oleh Deswita karena Ketua Umum beserta
Sekum Madyapala pada saat itu sedang mengikuti Jambore ke 7 PTM SI di Ponorogo.
Kegiatan relly pospun berjalan tidak ada kendala yang cukup bearti dan tidak
ada kejadian yang tidak diinginkan, inti dari kegiatan rally pos ini untuk
menguji, melihat sejauh mana keseriusan para siswa untuk tetap yakin menjadi
anggota muda Madyapala UMB. Pada relly pos ini lah kami mengetahui bahwa nama
angkatan IV ini adalah Daun Kering dan kami berlima masing-masing mendapat nama
lapangan atau nama rimba. Nama lapangan ini diberikan berdasarkan tingkah laku
selama Diklat Lalang serta sifat dan karakteristik dari siswa itu sendiri.
Hari
Ketujuh (20 Februari 2009)
Pada hari terakhir ini, kami diperbolehkan untuk
mandi, setelah itu kami makan siang bersama-sama dengan panitia. Setelah makan
dilanjutkan dengan operasi semut sambil pecking peralatan untuk persiapan
pulang ke sekretariat. Setelah pecking selesai dan lokasi camp bersih dari
sampai kami melakukan upacara penutupan Diklat Lalang Angkatan IV, dn di tutup
secara resmi oleh Pjs.Ketua Umum Madyapala UMB “dengan mengucapkan
alhamdulillahirobbilalamin kegiatan Diklalat Lalang Angkatan IV Daun Kering
resmi di tutup” prok, prok, prok…, tepuk tanganpun menyambut ucapan dari
Pjs. Ketua Umum.
No comments:
Post a Comment